Sunday, April 11, 2010

Dikelilingi dinding sempit satu pintu satu jendela, butuh lebih udara.



aku di kamarku
perutku lapar
hanya tersisa biskuit
bukan sarapan yang sulit
hanya siapkan segelas air dan sebenarnya
tetap perlu duit

aku cuma lagi dikelilingi
gambar-gambar bergerak romantis
yang merengek penontonnya menangis
habis tak aku gubris dan tanpa peduli
itu cuma akal-akalan sang pembuat cerita

aku sedang teringat
aku punya memar, di otak
di hati, dan di tulisan ini.
dia seolah-olah tahu
aku tidak jelas tahu
lalu jadinya tak bertemu

aku tak punya ide
taksi mana yang harus aku tumpangi
aku lebih senang dengan bus
membekali yang sudah pupus
murah dan lebih duniawi
maksudku kita bisa lihat dan rasa
realita dunia lewat sana
duniaku tepatnya

aku masih mendengar
nada-nada elektronik
di telinga meski terlalu berisik
aku tak tahu siapa lagunya, siapa
tapi menyenangkan semua
estetika melodi, bagiku tetap saja
segelintir, padahal aku sendiri bukan yang mahir

aku perlu menghisap
dalam-dalam dan kutelan lagi asap
ini baru "teman"
sebab yang dilakukannya cuma diam
setelah dinyalakan
tak perlu repot dengan kata, sikap, dan perasaannya

aku "gak tau ini apa" dengan dia
ke surga segan, ke neraka pun tak mau
intinya bimbang
tak perlu lah kata tambahan

di pinggir kasur
aku jadi melamun dan melantur

apa rasanya di dunia setelah kehidupan?
istigfar dulu.

No comments:

Post a Comment