Sunday, September 6, 2009

Dialog Poligami Dua Makhluk

sang suami berkata,

istriku,

jika engkau bumi, akulah matahari

aku menyinari kamu

kamu mengharapkan aku

ingatlah bahtera yang kita kayuh, begitu penuh

riak gelombang

aku tetap menyinari bumi, hingga kadang bumi pun silau

lantas aku ingat satu hal

bahwa Tuhan mencipta bukan hanya bumi

ada planet lain yang juga mengharap disinari

jadi,

relakanlah aku menyinari planet lain

menebar sinarku

menyampaikan manfaat adanya aku

karena sudah kodrati

dan Tuhan pun tak marah.

sang istri membalas,

suamiku,

bila kau memang mentari, sang surya penebar cahaya

aku rela kau berikan sinar kepada

segala planet yang pernah Tuhan ciptakan

karena mereka juga seperti aku

butuh penyinaran dan aku pun tak akan

merasa kurang dengan pencahayaanmu

akan tetapi,

bila kau hanya sejengkal lilin, jangan bermimpi

menyinari planet lain

karena kamar kita yang kecil pun

belum sanggup kau terangi

bercerminlah pada kaca di sudut kamar kita,

di tengah remang-remang

pencahayaanmu yang telah aku mengerti

untuk tetap menguak mata

coba liat siapa dirimu...



(disadur dengan beberapa perubahan)

Hasil Renung 1


ketika ingin melepas, jangan terburu-buru.
bisa saja setelah melepas, buruan pun lari.
setelah itu, kau tidak dapat apa-apa.

Wednesday, September 2, 2009

Halaman Malam


telah lama, kini kudapati ruang nyata

tempat yang nanti aku

bisa berkreasi penuh emosi

bisa bermain tanpa isin*

dan lupa pada dusta

dan kritis untuk dunia


meski terlambat

itulah kini kupijak

setelah ku ingat, ku berani

karena aku mau, aku harus

lagipula sudah lupa aku

bercengkerama bercanda tawa

pada kata-kata


dulu aku gila pada kata

menjejak para pujangga

beramai mengkultusnya

tapi kini aku hanya rindu

dengan kata ingin menyatu


kata tak pernah ingkar

ia memang pernah berdusta

tapi untukku

ia juga pernah sombong

tapi buatku


kata itu selalu apa adanya

untuk pemeluknya

bagi pemakainya

serta pada pengenal barunya

apalagi pada aku


padahal kata begitu universal

banyak yang begitu candu

tapi aku punya celah tiris sendiri

untuk menatap kata

dan melalui inilah aku memulainya


jika kau tanya aku

tanya pada kata

sebab setelah Tuhan Mahatahu

kata cukup kenal aku


kata bilang aku ekletik

kata tahu aku gamang

kata mengerti aku sulit berpura

tapi pula

kata bisa buat aku ekstrimis

kata mau aku berpendirian

kata mengajak aku melawan jujur


menurut kata aku ramah mengurai senyum

bagi kata aku penuh ragu dan banyak enggan

menilai kata aku gembira lepas

padahal

kata pernah mengalami menemani kesedihperihanku

kata sering melihat antusias tinggiku

kata ingat ketika menopang bebanku


sejarak itulah kata mengenalku

tapi belum semua kata mengajakku bermain

dan untuk itu kucipta ruang ini

bukan untuk

merangkai

menyusun

ataupun memaknai

tapi bermain

berlatih

dan bermimpi

sebab ini Halaman Malam

yang kutulis kini

saat Tuhan menyapa dan berkata

"Aku ijinkan".


untuk membangun rumah, yang pertama saya pikirkan adalah bukan tiang atau fondasi. tapi sebuah halaman. sebab melalui sanalah, siapapun masuk melangkah sebelum lebih jauh ke dalam sebuah rumah. dan halaman yang luas lah yang saya sediakan, untuk berkeliling melihat dari luar, seperti apa sebuah rumah dan seperti apa si pemilik rumah.

Bismillahirrahmanirrahim.